Indonesia merupakan pusat batik dunia, sebenarnya batik tidak hanya berasal dari Indonesia namun negara lain juga memproduksi batik. namun, karena terkenalnya batik Indonesia, negara ini merupakan pusat batik dunia.


Terpilihnya Indonesia menjadi pusat batik dunia juga tidak terlepas dari berbagi pusat industri yang ada di negara ini. Dari mulai sentra batik rumahan hingga pabrik, bahkan pasar batik, hingga museum dan pergelaran batik nasional menjadi ciri khas negara ini. 

Berikut rangkuman berbagai sentra produksi dan penjualan produksi batik di Indonesia. silahkan disimak. semoga bermanfaat.

Pasar Batik Klewer



Tahukah kamu kalau Pasar Klewer adalah pasar batik dan tekstil terbesar di Indonesia? Dengan 2.000 kios yang tersebar di dua lantai, Pasar Klewer diisi dengan lorong-lorong berliku penuh kain batik, bahan tekstil, hingga penjahit yang siap menyulap kain menjadi pakaian dalam sekejap! Kata “klewer” sendiri berarti menjuntai. Dulunya area di sekitar pasar ini adalah tempat pemberhentian kereta api. Penduduk sekitar pun memanfaatkannya sebagai tempat berjualan tekstil. Cara menjajakannya dengan disampirkan di bahu sehingga kain “klewer-klewer”. Seiring perjalanannya, pasar yang juga sempat bernama “slompretan” ini berubah menjadi Pasar Klewer dengan bangunan permanen seperti sekarang. Batik yang dijual di Pasar Klewer pun sangat bervariasi. Mau batik cap atau batik tulis, kemeja pria atau blouse wanita, beli grosir atau eceran, semuanya ada! Untuk menuju pasar batik legendaris ini tentu tidak sulit karena terletak di pusat kota dan berdekatan dengan kompleks keraton. Cukup jalan kaki atau minta diantar becak, pasti sama menyenangkannya. Oh iya, ada satu lagi daya tarik Pasar Klewer. Pasar ini “dikepung” oleh warung yang menyediakan menu-menu khas Solo seperti nasi liwet, nasi pecel, timlo, es dawet, dan es gempol. Khusus untuk penikmat jeroan dan kambing, Soto Tengkleng Pasar Klewer wajib dicicipi. Saking lezatnya, konon Bapak Djoko Widodo juga suka jajan di sini loh!

Kampung Batik Laweyan




Siapa sangka kalau kampung ini usianya sudah lebih tua dari kota Solo? Berdiri pada abad XIV, Kampung Laweyan dulunya merupakan sentra perdagangan pakaian. “Lawe” berarti benang dari kapas yang dipintal. Nama Laweyan ternyata membawa berkah karena kampung ini tetap bertahan sebagai sentra kerajinan batik di kota Solo setelah beratus-ratus tahun berlalu. Memasuki kampung ini, kamu akan disambut oleh rumah-rumah besar yang merangkap showroom batik. Tersedia batik tulis dan batik cap dengan harga mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu. Jika tertarik untuk belajar membatik, jangan sungkan bertanya karena banyak rumah yang menyediakan kursus singkat membatik untuk pengunjung. Pesona Laweyan tidak berhenti sampai di situ karena masjid tertua di Solo dan Museum Samanhoedi juga menunggu untuk dikunjungi.

Kampung Batik Kauman




Tak jauh dari keraton dan Pasar Klewer, terdapat Kampung Wisata Batik Kauman. Warga Kauman memiliki keahlian membatik yang diturunkan langsung dari Keraton Surakarta. Tak heran, motif yang dihasilkan pun sangat lekat dengan pakaian para penghuni keraton. Dalam perkembangannya, karya pengrajin Kauman berkembang menjadi tiga jenis batik, yaitu batik klasik motif pakem (batik tulis), batik cap murni, dan kombinasi batik tulis. Produk unggulannya tentu saja batik tulis motif pakem yang kental nuansa keraton. Selain industri batik rumahan, Kampung Batik Kauman juga dikelilingi bangunan berarsitektur unik seperti joglo, limasan, dan rumah bergaya kolonial. Untuk mendukung potensi wisata kampung batik ini, tersedia penginapan untuk para wisatawan. Selamat menikmati kampungnya saudagar batik Solo.

Museum Batik Kuno Danar Hadi



Kecintaan terhadap batik telah membawa Santosa Doellah dan sang istri, Danarsih Hadipriyono untuk mengumpulkan batik dari banyak tempat. Jumlah koleksi pengusaha batik ini telah mencapai 10.000 buah dengan 600 diantaranya dipamerkan di Museum Batik Danar Hadi. Terletak di Jalan Slamet Riyadi 261, seorang pemandu akan menemani kamu selama 1,5 jam sambil menjelaskan kisah dibalik helaian batik-batik kuno. Manisnya batik keraton, batik Belanda, hingga batik Cina pasti mengundang decak kagum bagi siapapun yang memandang. Dengan tema one-stop batik adventure, Museum Batik Danar Hadi juga memiliki bengkel produksi batik dan toko yang menjual cinderamata bermutu tinggi untuk kamu bawa pulang.

Sentra Batik Giriloyo


Bagi anda yang tertarik untuk mempelajari dan mengetahi tentang seluk-beluk proses pembuatan batik tulis, anda dapat berkunjung ke Dusun Giriloyo yang terletak di Jogjakarta bagian Selatan. Dusun Giriloyo merupakan sentra kerajinan dan produksi Batik tulis yang ada di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Jogjakarta (DIY). Dikawasan ini ada sekitar 900 orang lebih yang berprofesi sebagai pengrajin batik, 900 orang ini terbagi dalam beberapa kelompok yang terhimpun dalam organisasi paguyuban batik tulis Giriloyo. Berdirinya paguyuban batik ini di prakarsai oleh Jogja Haritage Sosiety (JHS) bekerja sama dengan Australian – Indonesia Partnership tidak lama setelah gempa bumi melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006.

Sebenarnya, aktivitas membatik di Giriloyo mulai berlangsung sejak berdirinya komplek makam raja-raja Mataram – Imogiri di Dusun Pajimatan pada tahun 1654. Sejalan dengan berdirinya makam raja-raja pihak keratin menugaskan beberapa abdi dalem untuk menjaga serta memelihara keberadaan makam tersebut, karena sering berhubungan dengan keluarga Kraton, penduduk Pajimatan memperoleh ketrampilan membatik dengan motif batik hjalus kraton.

Seiring berjalannya waktu. Jumlah pesanan di Pajimatan semakin meningkat, sementara jumlah perajin batik yang ada ternyata tidak memadai. Akhirnya para perajin batik di Pajimatan mendatangkan tenaga dari Giriloyo. Relasi kerja sama saat itu adalah warga Giriloyo mengambil kain yang akan di batik di Pajimatan kemudian pengerjaannya di lakukan di Giriloyo, dan setelah jadi baru di bawa lagi ke Pajimatan. Pada akhirnya warga Giriloyo yang sudah piawai membatik dengan motif klasik membuka usaha batik sendiri. Inilah yang membuat nama batik Giriloyo lebih mencuat dibandingkan di Pajimatan.

Selain sebagai sentra batik, warga Giriloyo pernah mengukjir prestasi yang menciptakan kain batik terpanjang di Indonesia, yakni dengan kain sepanjang 1,2 KM. Dengan capaian prestasi warga Giriloyo yang tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI), ini sekaligus merupakan bukti kebangkitan warga Giriloyo pasca gempa tahun 2006.

Mabuk Batik, di Pasar Setono


Jangan kira mabuk hanya diakibatkan oleh minuman keras atau terjadi di perjalanan saja. Mabuk juga bisa terjadi di Pasar Grosir Batik Setono, Pekalongan, Jawa Tengah. 

Kira-kira guyonan itulah yang dilontarkan salah seorang pengunjung pasar berasal dari Jakarta bernama Arifin (35). Bagaimana tidak, 600 kios menjajakan aneka batik berupa kaos, kemeja, hingga asesoris.

"Mabuk pasti kan, banyak sekali pilihannya,"ujar Arifin saat ditemui Kompas.com mengunjungi Pa sar Batik Setono Pekalongan.

Ia menyeka keringat di dahinya usai berputar-putar mencari batik untuk oleh-oleh keluarga serta rekan kerjanya. Pria itupun kembali menghampiri toko batik lainnya, meski beberapa plastik belanja batik sudah terpegang erat di tangan kanannya. 

Pasar yang menjadi sentra batik di Pekalongan itu berada di Jalan Dr Sutomo Pekalongan, jalur utama pantai utara yang menghubungkan antara Tegal - Semarang. Pasar yang diawali dengan perkumpulan warga pebatik sekitar tahun 1939 itu menjadi pusat perdagangan batik yang cukup tenar di Pulau Jawa.

Khoiru Saifudin, salah seorang pedagang di sana mengungkapkan, tak hanya menjajakan batik di kios-kios, para pedagang di pasar itu juga menyuplai batik ke penjuru Tanah Air, misalnya Pasar Tanah Abang Jakarta, Yogyakarta, Bali, Makassar serta beberapa provinsi di Pulau Sumatera. 

"Kebanyakan, pedagang di sini nggak buka di tempat lain. Cuma suplai. Pada pilih di sini," ujarnya. 

Soal harga, tentu relatif. Kualitas bahan menentukan harga yang harus dibayar pengunjung. Di toko Khoiru misalnya, kemeja batik lengan panjang dengan bahan katun dihargai Rp 50.000 saja, tapi, bahan sutra bisa mencapai harga Rp 4juta. 

Sementara itu, batik lengan pendek berbahan katun dihargai Rp 25.000, dan yang berbahan sutra mencapai Rp 2 juta. Daster wanita dewasa ber kisar Rp 25.000 hingga Rp 200.000. Pengunjung yang hanya ingin membeli bahan batik dapat merogoh kocek Rp 50.000 per 2 meter. 

Momentum Idul Fitri seperti saat ini, sangat dimanfaatkan pedagang betul untuk meraup untung. Pemudik yang melewati jalur pantura sebagian besar menghentikan kendaraannya untuk membeli batik. 

Sayangnya, pengunjung yang datang di Lebaran 1434 Hijriah ini tak lagi bisa menikmati harga batik yang lebih murah seperti tahun sebelumnya. Kenaikan harga BBM bersubsidi mendongkrak harga beberapa jenis batik yang didagangkan. 

Upaya meraup untung yang lebih besar oleh pedagang pun diurungkan, meski ada beberapa barang yang harganya naik. Mereka berfikir lebih baik untung sedikit tapi pengunjung tetap banyak yang datang ketimbang sebaliknya.

"Ada beberapa harga batik yang naik. Nggak semuanya, misalnya batik khusus perempuan saja. K enaikannya maksimal 10 persen saja," lanjutnya. Nah, bagaimana, ingin mencoba mabuk di tengah-tengah pasar batik Setono?

Kampung Batik Lasem

Lasem, Pancur dan Kragan ialah sentra batik di Rembang. Sempat jaya hingga tahun 80-an, batik Lasem pernah turun pamor pada era 90-an. Dari 130-an pengusaha tersisa hanya 13-an saja. Lasem kembali bangkit setelah UNESCO menetapkan batik sebagai warisan dunia.



Batik tulis Lasem, pertama kali dirintis oleh perempuan peranakan China, putri dari nahkhoda kapal dalam armada Laksamana Ceng Ho pada 1413 M. Karena itu motifnya pun kaya pengaruh budaya China, misal burung hong, naga, hingga ikan emas dan ular. Motif flora yang tampil dalam batik Lasem pun tak jauh-jauh dari teratai dan bunga seruni. Adapun motif lokal ialah watu pecah. Menarik, karena motif ini merupakan ekspresi kebencian kaum pribumi yang dipaksa kerja rodi untuk membuat jalan Pos Anyer-Panarukan.

Warna khas Batik Lasem ialah warna merah darah, biru tua (biron) dan hijau tua. Menarik, sebab masing-masing keluarga pembatik punya ramuan rahasia sehingga satu pembatik akan menghasilkan warna tang berbeda dengan pembatik lainnya.

Kampung Batik Trusmi

Hati-hati kalap mata belanja batik di Kampung Batik Trusmi. Kampung ini terletak di Plered, Cirebon, dihuni sekitar 3000an pengrajin batik. Dulu, Ki Gede Trusmi, pengikut setia Sunan Gunung Jati sengaja mengajarkan seni membatik sembari berdakwah, memperkenalkan ajaran Islam.

Hingga kini membatik masih menjadi bagian hidup warga Trusmi.  Usaha batik yang tertua, menurut warga di sana, ialah Batik Gunung Jati. Jika sempat, sekalian saja melihat proses pembuatan batik  yang memang terbuka. Para pekerja, mulai dari remaja hingga orang tua cukup ramah menyambut wisatawan.



Batik Gunung Jati banyak menyediakan batik cap. Ada juga batik tulis meski tak terlampau banyak. Motif yang terkenal ialah mega mendung. Disebut mega mendung karena memang seperti awan mendung. Warna khasnya ialah gumpalan awan kebiruan dengan warna dasar merah tua. Namun banyak pilihan warna lain, mulai dari hijau, biru tua, hingga kuning, merah muda dan coklat. Motif ini terlihat sebagai tirai di kereta api Jakarta-Cirebon, tapi dengan jahitan yang oke, cukup pas dijadikan busana.

Motif lain yang cukup terkenal dari Cirebon ialah motif Paksi Naga Liman, tampak seperti kereta kuda. Batik ini merupakan batik tulis. Berbeda dengan motif Mega Mendung yang tersedia mulai dari harga Rp30 ribuan, maka batik ini tergolong mahal, mulai Rp250 ribuan.

Kampung Batik Trusmi sangat ramai pengunjung menjelang Lebaran. Maklum, letaknya memang di jalur mudik menuju Jawa Tengah. Jika datang di hari biasa, Anda bisa lebih leluasa menikmati kampung batik ini dan kenyang berbelanja. Waktu yang dibutuhkan untuk merasakan suasana Kampung Batik Trusmi sekitar 4-5 jam.

Kampung Batik Girli Kliwonan

Kampung Batik di Sragen ini merupakan alternatif dari Batik Solo. Menariknya setiap bulan Agustus – November biasanya diselenggarakan Festival Desa Batik di Sragen.



Mengapa disebut Girli? Kata ini sangat berkaitan dengan bahasa Inggris (yang berhubungan dengan masa gadis/perempuan). Namun maksudnya sebenarnya dari Girli adalah “Pinggir Kali”. Lokasi Desa Kliwonan yang menarik tentu menjadi pemandangan tersendiri bagi para wisatawan.

Jelajah wisata yang ditawarkan sangat menarik, kita bisa memancing di pinggiran Kali Bengawan Solo yang legendaris, juga belajar membatik dan membeli batik dengan kulaitas yang sangat bersaing tentunya. Hasil dari kerjaninan batik tidak hanya kain dan baju saja, namun perca (guntingan kain) batik digunakan untuk kerajinan tas, dompet, sendal bantal hias hingga selimut.

Di kampung ini juga terkenal bai wisatawan untuk homestay di rumah penduduk. Biaya yang dikeluarkan juga cukup terjangkau saat ini sekitar Rp 50.000 per orang/hari. Untuk mencapai lokasi ini dari Kota Solo berkendaraan mobil menuju arah Jalan Raya Solo – Surabaya hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
 

Kampung Batik Jetis



Menurut sejarah batik yang berasal dari Sidoarjo ini sudah ada sejak tahun 1675 M. Mula-mula batik ini dibangun oleh Mbah Mulyadi keturunan Raja Kediri yang pindah ke Sidoarjo. Ia memasarkan batiknya di Pasar Jetis.

Kemudian Mbah Mulyadi ini mengajarkan proses pembuatan batik kepada masyarakat di sekitarnya. Namun pamor batik Jetis ini memudar dan hilang karena tidak ada yang mau menjadi pengrajin batik lagi saat itu. Baru di tahun 1950-an ada seorang warga Jetis yang ingin menghidupkan kembali pamor batik Jetis.

Bud Wida (Widiarsih) membuka kembali usaha batik tulis, banyak diantara pekerjanya adalah warga dari Kampung Jetis. Dari para karyawan Bu Wida inilah usaha batik tulis di Kampung Jetis bersemangat tumbuh kembali sejak tahun 1970-an.

Motif Batik Jetis dikenal karena warnanya yang berani seperti menggunakan warna merah, hijau, kuning dan biru. Sebagian besar masyarakat Jetis memang berprofesi sebagai pengrajin batik atau bekerja di industri bati. Karena itu kaum muda Sidoarjo membentuk sebuah paguyuban pada tanggal 16 April 2008 meresmikan Paguyuban Batik Sidoarjo. Akhirnya pada tanggal 3 Mei 2008 Bupati sidoarjo meresmikan Pasar Jetis sebagai daerah industri batik dan diberi nama “Kampoeng Batik Jetis”.

Kampung Batik Palbatu



Sebagai ibukota Republik Indonesia, Jakarta termasuk lambat dalam membangun Kampung Batik. Walaupun UNESCO sudah memberikan apresiasi dengan menjadikan batik sebagai warisan dunia sejak 2009, Kampung Batik Jakarta baru dibangun pada Mei 2011 di Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan.

Ide pendirian Kampung Batik ini dari Bapak Ismoyo Bimo yang kemudian direspon beberapa temannya dengan mengadajan Jakarta Batik Carnival di Palbatu, Tebet. Uniknya Palbatu hanya menyediakan pusat pencantingan dengan mendirikan sanggar-sanggar batik. Rumah-rumah warga di sana banyak yang dicat dengan batik. Namun proses pencelupan dan pewarnaan dilakukan di Marunda Jakarta Utara.

Sebenarnya Palbatu dahulunya adalah pusat produksi Batik Betawi. Jadi pemilihan lokasi tersebut juga didasarkan kepada misi untuk menyelamatkan budaya Betawi dari perkembangan ibukota Jakarta. (Dirangkum dari berbagai sumber)